Oleh : Ruslan H. Husen, SH
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu pembangunan pendidikan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan di masa depan.
Sejarah telah mencatat, pendidikan dan belajar merupakan bagian dari kegiatan yang dilakukan manusia dimanapun dan kapanpun. Dalam konteks perubahan, belajar bukan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan melakukan sesuatu atau mengoperasikan peralatan tertentu. Belajar lebih diartikan sebagai suatu upaya untuk mempertahankan hidup dan hidup bersama orang lain. Oleh karenanya, perubahan kebudayaan dan peradaban manusia menuntut satu hal, yakni terus-menerus belajar.
Dalam laporan yang dikeluarkan UNESCO PROPAP pada sidangnya di Bangkok, di tahun 1996, disebutkan bahwa permasalahan pendidikan di negara dunia ketiga adalah lebih mengedepankan kebijakan program pendidikan sekolah yang lebih memberikan perhatian lebih kepada mereka yang pandai. Sementara yang kurang pandai dan kurang beruntung karena faktor ekonomi, geografis dan sosial budaya terabaikan.
Salah satu butir rekomendasi dalam laporan UNESCO tersebut menyebutkan, bagi negara-negara anggota perlu lebih menggalakkan program Pendidikan Non Formal (PNF), seperti menuntaskan buta aksara dan kesempatan untuk belajar sepanjang hayat bagi mereka yang kurang pandai dan kurang beruntung, juga bagi mereka yang putus sekolah serta yang ingin mengembangkan pendidikan lanjutan selepas dari bangku sekolah.
Hadirnya Lembaga Pendidikan Non Formal
Carut-marut dunia pendidikan Indonesia, sungguh tampil sebagai suatu realitas yang sangat memprihatinkan. Mahalnya biaya pendidikan yang tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas secara signifikan, tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai orientasi pendidikan yang sebenarnya sedang ingin dicapai.
Ironisnya, disaat beberapa negara tetangga terus berupaya keras melakukan peningkatan kualitas pada sektor pendidikan, banyak pihak di negara ini justru menempatkan pendidikan sebagai suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Tak mengherankan bahwa ketika banyak pihak mengejar pendidikan dari sisi kuantitas, tentu menimbulkan berbagai macam konsekuensi logis seperti terabaikannya faktor kualitas pendidikan.
Parahnya lagi, belakangan kita juga telah disadarkan bahwa banyak lulusan pendidikan formal tidak memiliki spesifikasi keahlian. Banyak dari kalangan industri mengeluhkan keterbatasan skill yang dimiliki oleh para lulusan perguruan tinggi, sehingga mau tidak mau seorang pekerja atau karyawan harus dilatih dari awal lagi. Ini pemborosan untuk pihak perusahaan sebagai lulusan perguruan tinggi.
Dihadapkan pada kompleksnya situasi seperti yang dijabarkan diatas, kini banyak lembaga pendidikan non formal berupaya menempatkan diri sebagai alternatif solusi permasalahan diatas. Dengan tawaran sifat aplikatif dan biaya yang relatif lebih murah, banyak lembaga pendidikan non formal terbukti mampu menghasilkan lulusan yang sama kualitasnya bahkan lebih handal dari pada lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan formal dalam menghadapi persaingan.
Dalam situasi demikian, makna dibalik fenomena bermunculannya lembaga pendidikan non formal sebenarnya lebih ingin memberikan ruang kesadaran baru pada masyarakat, bahwa upaya pendidikan bukan sekedar kegiatan untuk meraih sertifikasi atau legalitas semata. Lebih daripada itu, upaya pendidikan sejatinya merupakan kegiatan penyerapan dan internalisasi ilmu, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa peningkatan taraf kehidupan bagi individu maupun masyarakat dalam berbagai aspek.
Fleksibilitas Waktu Lembaga Pendidikan Non Formal
Keunggulan lain yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal sebenarnya ada pada fleksibilitas waktu yang dimiliki. Selain bisa dijalankan secara manunggal, pendidikan non formal bisa dijalankan pula secara berdampingan dengan pendidikan formal. Tak mengherankan apabila belakangan lembaga pendidikan non formal tumbuh dengan pesat, berbanding lurus dengan tingginya minat masyarakat terhadap jenis pendidikan tersebut.
Tidak hanya itu, lembaga pendidikan non formal juga berpeluang untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai. Hal ini terbukti dari banyaknya lembaga pendidikan non formal yang siap menyalurkan lulusan terbaiknya ke berbagai perusahaan rekanan. Ini merupakan tawaran yang patut dipertimbangkan ditengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan seperti sekarang ini.
Hebatnya lagi, tersedia pula lembaga pendidikan non formal yang tidak hanya membekali lulusannya dengan ilmu, namun juga membekali sikap kemandirian yang mendorong terciptanya kesempatan untuk berwirausaha. Ini merupakan bukti nyata upaya memperkuat struktur riil perekonomian masyarakat yang belakangan makin terpuruk. Disaat banyak orang kebingungan mencari pekerjaan, banyak lulusan lembaga pendidikan non formal yang menciptakan lapangan pekerjaan.
Indikator yang paling sederhana adalah seberapa besar kesesuian bidang pelatihan yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non formal dengan minat maupun bidang yang saat ini kita geluti. Tujuannya, tentu tidak lain supaya keahlian yang didapatkan dari pelatihan lembaga pendidikan non formal dapat berjalan beriringan dan saling melengkapi minat dan dunia yang kita geluti, serta meningkatkan keunggulan kompetitif yang kita miliki. Lebih lanjut, kejelian dalam memilih juga berfungsi pula agar investasi finansial yang telah ditanamkan tidak terbuang percuma karena program yang sedang dijalani "terhenti di tengah jalan".
Bantuan Hukum Untuk Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK PNF)
Bantuan hukum pada hakekatnya adalah segala upaya pemberian bantuan hukum dan pelayanan hukum pada masyarakat, agar mereka memperoleh dan menikmati semua haknya yang diberikan oleh negara, sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum. Terlebih lagi prinsip persamaan di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.
Bantuan Hukum itu sifatnya membela kepentingan masyarakat termasuk Pendidik dan Tenaga Pendidik Pendidikan Non Formal (PTK PNF) terlepas dari latar belakang, asal usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya, miskin, dan agama. Konsep Bantuan Hukum dicetuskan sebagai konsekwensi cara memandang dan memahami akan hukum dalam pola hubungan sosial yang tidak adil tersebut.
Meningkatkan lembaga pendidikan non formal yang begitu pesat sesuai dengan kebutuhan pasar, menuntut lembaga yang bersangkutan untuk menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK). Namun keberadaan PTK itu, kadang dianggap bagian yang tidak terlalu penting, yang kadang hak-haknya terlanggar oleh orang lain. Posisi yang lemah, disamping kebutuhan akan pekerjaan di lembaga itu, memaksa PTK terus larut dalam penderitaan dan permasalahan, yang pada akhirnya mempengaruhi produktifitas kerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Bahwa setiap orang termasuk PTK harus bebas dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil karena itu merupakan hak dasar manusia. Oleh karena itu jika menghadapi masalah semacam itu, darinya berhak memperoleh perlidungan dan bantuan hukum dari lembaga pemerintah maupun lembaga swasta.
Program Bantuan Hukum
Untuk itu dalam mengurangi dan menangani permasalahan hukum yang dihadapi oleh PTK PNF, maka di Depatemen Nasional Nasional dalam hal ini Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK PNF) telah menetapkan program memberikan bantuan hukum perlindungan bagi PTK PNF dengan tujuan untuk meningkatkan motivasi kerja dan kenyamanan bekerja sehingga dapat mengaktualisasikan seluruh potensinya dalam mendukung pelaksanaan tugas pokoknya.
Pemberian bantuan hukum yang meliputi Sosialisasi, Mediasi dan Konsultasi hukum bagi PTK PNF yang mengalami tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, masyarakat birokrasi atau pihak lain. Bantuan hukum itu untuk wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dilaksanakan oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) “Ermas Cintawan, SH & Rekan”.
Dengan adanya bantuan hukum itu diharapkan PTK PNF akan tercipta rasa aman, nyaman, meningkatnya motivasi kerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Selain itu hak-hak PTK PNF akan terjamin sehingga pada akhirnya akan meningkatkan profesionalisme mereka. Disamping itu, dari program ini juga diupayakan melahirkan pembekalan pengetahuan akan hukum, sehingga jika kedepan dirinya atau orang lain mendapat masalah hukum dapat menyelesaikannya dengan baik.
(Tulisan ini dengan beberapa kutipan dari berbagai sumber)
Kamis, Oktober 30, 2008
Mengapa Harus Memilih Lembaga Pendidikan Non Formal?
Label: Opiniku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar