Selasa, Maret 10, 2009

IJAZAH PALSU DAN PENEGAKAN HUKUM


Oleh : Ruslan H. Husen

Dengan terkuatnya dugaan penggunaan ijazah palsu, oleh tokoh-tokoh lokal yang ada di Sulawesi Tengah semakin menambah suram catatan perjalanan pejabat publik di daerah ini. Dugaan penggunaan ijazah palsu itu, kini melibatkan Bupati Poso Piet Ingkiriwang dan Wakil Bupati Buol terpilih tahun 2007 yakni Ramli Kadadia.

Ijazah palsu merupakan akta otentik yang sengaja dibuat dengan tujuan memperoleh gelar akademik untuk dipublikasikan kepada publik, yang ternyata isinya tidak benar atau palsu. Kendatipun dalam memperoleh ijazah itu kadang melakukan pelanggaran hukum yakni pemalsuaan surat-surat.

Alangkah naifnya, ketika individu yang bersangkutan menggunakan ijazah yang diduga palsu tersebut untuk mencari popularitas publik. Bahkan keprihatinan semakin bertambah ketika tidak ada penyesalan dan merasa bersalah, atas perbuatannya tersebut. Walhasil kesalahan atau ketidaklaziman menjadi hal yang biasa demi mencapai kepentingan pribadi. Kebusukan ilmiah merupakan kata yang pas untuk oknum pengguna ijazah palsu itu.

Kebusukan ilmiah merupakan istilah untuk menggambarkan sisi negatif dari oknum tertentu yang menggunakan legalitas akademik palsu guna mendapatkan popularitas publik ataupun tujuan tertentu. Sehingga darinya akan menggunakan legalitas tersebut untuk mencapai tujuan pribadi ataupun tujuan kelompoknya.

Sementara disatu sisi masyarakat dibohongi atas oknum yang menggunakan ijazah yang diduga palsu tersebut. Sebab darinya, tersimpan karismatik palsu dari gelar yang mengikut setelah namanya. Padahal semua itu adalah palsu belaka, yang menyimpan maksud tidak baik, karena dilakukan dengan cara-cara ilegal.

Bahkan bukan hanya masyarakat umum yang menjadi korban, institusi-institusi pemerintah-pun menjadi korban. Dengan masuknya oknum penggunah ijazah yang diduga palsu itu untuk mengikuti kegiatan resmi pemerintah, misalnya pencalonan pemilihan jabatan eksekutif maupun legislatif. Padahal secara formal mereka yang memiliki kualifikasi tertentu saja yang dapat mengikuti kegiatan pemerintah itu. Sehingga apabila yang bersangkutan diikutkan dengan mencantumkan salah satu syarat ijazah yang diduga palsu itu, maka instansi pemerintah telah dibohongi, bahkan masyarakat luas.

Secara yuridis-formal penggunaan ijazah palsu melanggar ketentuan hukum positif Indonesia. Diantaranya UU No. 1 Tahun 1964 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2), UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 69 ayat (1), UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 155 ayat (3) dan ayat (6).

Disamping itu dengan digunakannya ijazah palsu oleh oknum tertentu untuk proses pencalonan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, sehingga menjadikannya ikut dalam proses pemilihan umum. Menjadikan KPUD dapat dinyatakan sengaja atau lalai, dan harus bertanggung jawab jika dugaan terbukti benar yang bersangkutan menggunakan ijazah palsu.

Bahwa dengan kesengajaan ataupun kelelaian KPUD itu, dapat dinyatakan melanggar Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) dari PP No. 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Olehnya itu, peran serta masyarakat untuk mendorong penegakan hukum khususnya untuk menjerat oknum yang terlibat dalam penggunaan ijazah palsu adalah mutlak diperlukan. Sebab untuk kasus pengusutan ijazah palsu, terlebih dahulu institusi kepolisian harus menerima pengaduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan digunakannya ijazah yang diduga palsu tersebut.

Walhasil penguatan masyarakat untuk sadar akan kewajibannya untuk penegakan hukum harus tetap terkonsolidasikan. Sebab untuk penegakan hukum, disamping peran sistem hukum lain yakni institusi hukum, substansi hukum dan tersedianya sarana dan prasarana, juga harus diikuti dengan penguatan kultur sosial.

Penguatan institusi hukum, yakni dengan peran aktif lembaga-lembaga penegak hukum untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran. Sekaligus melawan hantu yang pernah menguasainya yakni mafia peradilan. Dalam mafia peradilan semua proses pengadilan adalah sandiwara yang menipu, semua proses yang dilakukan hanya untuk membunuh keadilan dan kebenaran. Mafia peradilan ini merupakan lawan vis a vis dari peradilan yang bebas, bersih dan independen.

Selanjutnya, penguatan substansi hukum. Substansi hukum merupakan aturan formal tertulis yang digunakan dalam melaksanakan kekuasaan negara. Kita ketahui produk perundang-undangan banyak yang ketinggalan zaman. Sebagai contoh KUHP yang dibuat oleh kolonial Belanda dan digunakan di Indonesia pada tahun 1946, yang sampai tahun 2007 ini masih terus digunakan. Walhasil, sangat banyak materi dalam Undang-Undang tersebut yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Sebab nuansa kultural yang melingkupi pada saat UU itu dibuat, sangat berbeda dengan keadaan sekarang ini.

Demikian pula dengan kesediaan sarana dan prasarana sangat dibutukan. Dengan adanya fasilitas itu akan memudahkan kerja-kerja pihak-pihak penegak hukum dalam mewujudka tujuan hukum itu. Dengan keterbatasan fasilitas, akan mempengaruhi produktifitas penegak hukum.

Kemudian Penguatan kultur sosial itu, ditandai terjadinya kultur demokrasi yang merata dengan adanya kesadaran positif dalam penegakan hukum. Yang ditandai dengan keterlibatan secara aktif masyarakat dalam mengontrol pelaksanaan kekuasaan negara, baik dilakukan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Sistem hukum tersebut, harus berjalan secara beriringan tanpa ada yang ketinggalan. Sebab jika salah satu komponen dari sistem hukum itu yang tidak efektif pelaksanaannya, maka akan mempengaruhi produktifitas keadilan dan kebenaran yang akan dihasilkan.

Berhubungan dengan dugaan penggunaan ijazah palsu, oknum yang bersalah dapat di hukum jika peran sistem hukum dapat maksimal. Jika salah satu komponen sistem hukum itu terganggu, dapat saja pelaku pengguna ijazah palsu itu bebas dan kembali mengulang perbuatannya. Walaupun secara objektif yang bersangkutan terlibat dalam penggunaan ijazah itu.

Olehnya itu, untuk berbagai macam kasus tentunya kita mengharapkan penegakan hukum dapat terwujud, dengan terlebih dahulu sistem hukum dapat berperan dengan maksimal. Bukan hanya kasus ijazah palsu ini, tetapi juga untuk seluruh kasus yang menyita perhatian publik.

0 komentar: