Selasa, Maret 10, 2009

Penguatan Internal Organisasi; Menjawab Kebutuhan Kader Ditengah Pluralisme Gerakan


Oleh : Ruslan H. Husen

Pengantar
Kader HMI yang termasuk pengurus dalam struktur lembaga, yang kemudian memilih aktif dalam lembaga lain diluar HMI menjadi masalah tersendiri dalam kinerja suprastruktur lembaga. Masalahnya semakin membesar, karena setiap pengkaderan formal (LK I), kader yang aktif dalam kegiatan-kegiatan HMI tergolong sangat kurang. Memang awalnya mereka begitu antusias dalam kegiatan-kegiatan HMI, tetapi lama-kelamaan kurang aktif dan akhirnya pindah kelembaga lain.

Mereka hanya mengklaim “saya juga bekas kader HMI”. Kata ini biasa muncul bagi mereka yang telah melang-lang buana kedaerah-daerah atau mereka yang telah mengalami interlembaga saat ada kepentingan pada HMI yaitu mencari simpati dan pendukung. Atau mereka masuk dalam pengkaderan HMI hanya ingin merasakan atau ingin mencari pengalaman dalam organisasi ini. Persoalan mencuri ilmu dari organisasi ini, kemudian pergi/lari banyak terjadi pada kader-kader HMI saat ini, bukan saja mereka yang lepasan LK I, tetapi ada juga yang lepasan LK II bahkan sudah mengikuti pelatihan Senior Cours (SC).

Sungguh sangat menyedihkan, apakah ini sudah menjadi fenomena yang layak terjadi dalam organiasi ini?, atau memang nasib pengkaderan HMI akan berakhir sampai disini dan tergilas oleh sejarah. Atau memang ada yang bermasalah dengan sistem kerja yang dijalankan?.

Tulisan ini lahir dari kegelisahan melihat lemahnya internal HMI dalam mengurus kader-kadernya, sebagai akibat kurangnya kegiatan internal yang berorintasi pada potensi lntelektual dan kajian keHMI-an yang dilaksanakan. Serta faktor lain, pengurus elit lembaga banyak memiliki kegiatan lain yang menjadikannya susah dalam membagi waktu, serta konflik yang tidak terkelola dengan baik yang lebih mengutamakan emosi pribadi dari pada menghargai dan memahami orang lain. Jadi harus bagaimana sekarang?.

Refleksi Organisasi
Organisasi hakikatnya bergerak dengan suatu semangat yang melingkupinya. Semangat itu dijalankan oleh suprastruktur organisasi, dan didukung oleh sosio kultural organisasi yang melingkupinya. Serta yang tidak kalah pentingnya, substansi normatif yang menjadi rangka organisasi yaitu konstitusi.

HMI sebagai salah satu organisasi perjuangan dan pengkaderan, mengambil objek kader pada mahasiswa, agar dapat melahirkan kader-kader yang dapat mewujudkan cita-cita HMI. HMI melakukan pembinaan untuk suatu konsep perubahan yang dicita-citakan. Pembinaan itu guna menumbuhkan potensi kemanusiaan yaitu potensi intelektual, emosional dan spiritual.

Dengan potensi kemanusiaan itu, kader HMI dapat mentranspormasikan perubahan sosial kearah kesejahteraan umat manusia. Sehingga itu kader HMI disebut sebagai generasi yang tercerahkan guna pembelaan dan pendampingan ditengah masyarakat.

Untuk perubahan sosial, dibutuhkan suatu konsep baru yang ideal, yang berbeda dengan realitas konsep dari masyarakat yang ada. Disinilah kader HMI dituntut cermat dalam mengidentifikasi persoalan yang ada ditengah masyarakat, sekaligus memberikan solusi yang tepat.

Terobosan dalam pemikiran perubahan sosial masyarakat, meniscayakan kader-kader HMI dituntut siap berkorban dalam menjalankan konsep ideal itu. Konsep ideal ini tentu lahir dari pembacaan realitas kehidupan, yang merupakan orientasi kemasa-depanan guna kesejahteraan umat manusia didunia dan akhirat.

Pemasyarakatan konsep baru itu tentu disesuaikan dengan sistem yang melingkupi kehidupan masyarakat. Artinya, kehidupan sosial yang memang membutuhkan ide cemerlang itulah dalam menjawab kebuntuan peradaban. Sehingga kehadiran konsep perubahan yang dibawa oleh kader HMI itulah menjadi penyejuk saat gerah dan panas, menjadi pelepas dahaga saat kehausan.

Ide atau konsep perubahan dalam perbaikan kehidupan sosial masyarakat itu lahir dari kader-kader yang giat dalam mengasah potensi kemanusiaannya, baik secara internal atau-pun eksternal kelembagaan. Artinya, dalam proses berlembaga itulah potensi kemanusiaan dapat dikembangkan.

Berbagi Rasa; Dalam Bingkai Perbaikan Organisasi
Salah satu yang mendasar untuk bergerak secara efektifnya suatu organisasi adalah, Pertama faktor komunikasi yang sehat antara semua suprastruktur lembaga maupun dengan insfastruktur lembaga termasuk masyarakat secara luas. Komunikasi disini ada yang bersifat formal seperti dalam agenda rapat, ceremony maupun non-formal yang bersifat pribadi dan bebas sesuai dengan kultur individu. Komunukasi itu lahir atas pemahaman konstitusi lembaga yang benar demi pencapaian cita-cita lembaga.

Dengan komunikasi yang sehat, setiap permasalahan kader dapat terselesaikan. Komunikasi itu menjadikan terjembataninya jurang keraguan dan praduga yang jelek (negative thingkin). Dengan komunikasi setiap kebutuhan dapat diketahui kemudian dicarikan solusinya.

Dari komunikasi pula lahir berbagai macam kegiatan untuk penguatan lembaga baik secara internal maupun secara eksternal. Maka dengan demikian komunikasi yang sehat menjadi kebutuhan utama bergeraknya suatu lembaga termasuk HMI.

Memang tidak mudah membangun komunikasi yang sehat itu, tetapi dengan adanya niatan awal dari pribadi dalam membangun lembaga maka kebuntuan komunikasi sedikit demi sedikit akan tertepis dan hilang, sehingga lahir rasa saling memahami antara kader satu dengan yang lainnya.

Termasuk persoalan perasaan tidak enak yang timbul dalam komunikasi itu, harus dipahami sebagai proses pematangan diri dan pembentukan kepribadian sehat dan utuh yang berideologi. Dinamika itu merupakan fenomena dalam kehidupan berlembaga, yang seharusnya tidak menyurutkan apalagi mematikan semangat.

Kedua, faktor memahami potensi diri yang disertai dengan memahami orang lain. Terkadang untuk sebagian orang, ingin dipahami keadaannya baik secara internal maupun eksternal, tetapi tidak mau memahami orang lain. Kedirian pribadi ini ingin diperhatikan oleh orang lain berkenaan dengan kerja-kerjanya baik dalam lembaga maupun di luar lembaga. Sehingga menginginkan perhatian yang banyak kepada dirinya.
Dari sini pula kadang memunculkan pribadi yang “sombong” dalam lembaga, dengan enggan berbagi atau berdiskusi tentang lembaga. Pribadi seperti ini terlahir karena dalam diri muncul ego yang menganggap dirinya-lah yang lebih senior dan mengetahui segala masalah.

Sikap ini juga berhubungan dengan otoriterisme, yang dapat menjenuhkan suasana organisasi karena terkesan monoton dan kaku. Segala aktifitas kelembagaan akan jauh dari kreatifitas suprastruktur lembaga, sebab ingin membuat suatu kegiatan akan dihinggapi dengan keraguan dan takut salah.

Disisi lain, kebuntuan untuk mengetahui orang lain dari sisi karakter pribadi maupun kebutuhan sosialnya. Persoalan dan kebutuhan pribadi dalam berorganisasi selalu mempengaruhi produktifitas dan kreatifitas kerja, sebab pengaruh psikologi dan keberanian mengambil keputusan yang menjadi sasarannya. Bagi mereka yang dapat berfikir mandiri tanpa ada beban psikologi tidak akan memberoleh kesusahan yang berarti dalam pengambilan keputusan kerja itu.

Untuk sebagian orang keinginan untuk berbuat banyak itu kadang muncul disertai dengan konsep-konsepnya, tetapi kadang aktualisasinya terpengaruh dengan kondisi sosial lembaga. Dari sini muncul ketidak-beranian dalam bertindak, selalu di bayangi oleh keragu-raguan.

Ketidak-mampuan dalam memahami orang lain sering menimbulkan konflik baik dari sisi perasaan maupun bentrokan fisik. Konflik perasaan dengan merasa tidak dihiraukan, tidak dihargai atau diremehkan akan menurunkan gairah dalam berorganisasi, yang akhirnya akan mengurangi produktifitas kerja.

Demikian pula dengan bentrok fisik, yang lahir dari pemaksaan kehendak kepada orang lain, atau merasa hak-haknya tidak dilaksanakan atau dilanggar orang lain. Dari semua dampak itu akan merugikan pribadi-pribadi yang langsung berdampak pada citra organisasi. Sebab organisasi dinilai dari kader-kader yang ada didalamnya, bagaimana karakter dan tingkah laku kader demikian juga citra organisasi itu. Sehingga pengkaderan harus memberikan penekanan pada pentingnya jamaah, bahwa orang lain merupakan bagian dari diri pribadi juga. Dari sini-lah dapat melahirkan saling menjaga, membantu dan menghargai orang lain.

Ketiga, kesadaran berIslam dan berorganisasi. Islam menekankan kepada penganutnya untuk berhubungan dengan baik dengan masyarakat, berusaha mencari dan mendeteksi penyakit sosial kemudian menyelesaikannya. Kegiatan itu sebagai pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dari orang-orang tercerahkan yang memiliki potensi intelektual, emosional dan spiritual. kegiatan itu merupakan hubungan antar sesama manusia (muamalah, sebagai sarana beribdah kepada Tuhan (Allah Swt).

Didalam proses pendampingan dan pemberdayaan masyarakat itu, kader-kader HMI memilihi organisasi ini sebagai medium atau sarana melakukan kegiatannya. Dari organisasi ini-lah melahirkan pilihan berIslam. Artinya organisasi ini merupakan aktualisasi dari kegiatan berIslam itu. Makanya setiap kegiatan-kegiatan organisasi sebagai kegiatan keIslaman seorang kader juga. Hal itu tidak ada pemisahan, antara berIslam dengan berorganisasi, kedua-duanya merupakan kesatuan.

Jika hal itu telah terinternalisasi dalam diri, akan melahirkan kader yang siap berkorban untuk organisasi ini sebagai bagian dari berIslam. Kegiatan kader akan melahirkan sikap ikhlas dalam berbuat. Komitmen dalam sikap. Radikal dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan. Pembaharu dalam persoalan internal dan eksternal organisasi.

Kegiatan berorganisasi itu dapat dikatakan sebagai kesalehan sosial seorang hamba terhadap Tuhannya, yang ia tidak menafikkan kesalehan pribadi dengan tekun dan konsisten terhadap ibadah-ibadah ritual. Artinya ada keseimbangan antara kesalehan sosial dengan kesalehan pribadi sebagai bagian dari berorganisasi.

Penutup
Organisasi bergerak berkat kerja elemen-elemen yang ada didalamnya. Elemen-elemen itu saling bahu-membahu dalam pencapaian tujuan bersama. Untuk suksesnya suatu elemen organisasi sangat ditentukan oleh bagian lain. Adapun konflik-konflik merupakan bagian dari pematangan kader-kader organisasi itu untuk peningkatan potensi kemanusiaan. Konflik hendaknya tidak mematikan semangat berorganisasi.

0 komentar: